Dengan berbasis pada sista arhanud ringan jarak dekat ZU-23-2, industri alat pertahanan Polandia melansir sista bastar ZUR-23-2KG. Sista ini gampang dioperasikan dan dirawat sehingga layak sebagai senjata andalan arhanud.
Sedemikian pesatnya perkembangan tehnologi kedirgantaraan militer pihak Barat pada akhir dekade 1950-an menyadarkan seterunya, Uni Soviet, bahwa tehnologi inti pada sebagian sistem senjata artileri pertahanan udara (sista arhanud) andalannya kala itu telah ketinggalan jarnan. Kondisi itu terlihat pada sejumlah sista arhanud jarak dekat semisal meriam berlaras tunggal M 1939 kaliher 37 mm dan keluarga kanon ZPU kaliber 14,5 mm.Untuk mengatasi hal itu, Angkatan Bersenjata (AB) Uni Soviet menerbitkan maklumat berisi kebutuhan akan satu jenis sista arhanud jenis baru (1954). Syaratnya, sista ini harus berbobot sedang serta punya kepadatan plus jangkauan tembak yang lebih baik ketimhang sista arhanud sekelas yang sudah ada. Dari sejumlah kandidat, terpilih purwarupa ZU-14 berlaras ganda buah karya Biro Perancang KBP Tula (1955). Sista ini lalu berganri nama menjadi ZU-2.
Seletah program pengembangannya usai, ZU-2 resmi bergabung ke dalam satuan arhanud AB Uni Soviet (1960). Inisial ZU merupakan kependekan dari Zenitaya Ustanovska (Sista Anti Pesawat Terbang). Karena setiap larasnya berkaliber 23 mm, maka AB Uni Soviet lalu memberi sista ini nama resmi ZU-23-2. Sedangkan di kalangan industri berat sista ini diberi sandi indeks industri 2A13. Sista ZU-23-2 dipakai oleh 50-an negara;: Beberapa di antaranya lantas memproduksi sendiri berdasarkan lisensi. Ada juga yang sampai mengembangkannya lewat modifikasi atas sejumlah komponen inti atau pun memadukannva dengan sista arhanud jenis lain sehingi a tercipta satu sista bastar (hybrid weapon). Dari sejumlah negara produsen ZU-23-2, Hanya RRC dan Polandia yang aktif mengembangkan sista ini. Jika RRC sampai memperbesar kaliber laras sista men)adi 25 mm, maka Polandia menjodohkan ZU-23-2 dengan sista peluru kendali (rudal) arhanud sambil memadu-padankan alat bidiknya. Alhasil, terciptalah sista bastar ZU-23-2 KG.
Sang Cikal Bakal
Secara garis besar tampilan ZU-23-2 adalah sebagai berikut. Pajang badannya 4,57 m. Bila dihitung da terluar kedua roda wahana pengusungnya (dalam posisi normal), maka lebarnya 1,83 m. Setelah kedua rodanya direbahkan (posisi siap tembak), lebar totalnya menjadi 2,88 m sedangkan panjangnya tetap. Tingginya pun berubah. Dari semula 1,87 m jadi 1,22 m dengan kondisi sudut elevasi kedua larasnva nol derajat terhadap permukaan bidamg gelar. Bobot kosong total ZU-23-2 dalam kondisi formasi baku (tanpa alat bantu bidik eksternal dan amunisi) adalah 0,95 ton. Begitu seluruh amunisi diisikan kedalam kedua magazen logam di sisi luar kedua laras kanon, maka bobot total sista jadi 0,98 ton. Kecepatan wahana penghela sista ini direkomendasikan paling banter 70km/jam di jalan raya dan 20km/jam saat melintasi medan berat.
Komponen inti ZU-23-2 adalah sepasang kanon AY (Afanasyev Yakushev). Panjangnya 2,01 m. dilengkapi alat peredam cahaya api tembakan panjangnyaa rnencapai 2.5 m. Bersama komponen rumah mekanik penembakan, sepasang magazen, bidik manual dan tempat duduk awaknya, sepasang kanon bekode indeks industri 2A14 ini dipantek diatas sebuah landas pancang berstruktur segitiga. Posisi duduk ZU-23-2 saat posisi siap tembak disangga oleh tiga kaki pancang penahan getaran tembakan yang ketinggiannya dapat diatur memakai alat ulir. Pada ujung setiap kaki pancang terdapat piringan bergerigi (arah gerigi ke bawah) untuk membantu kaki pancang mencengkeram permukaan bidang gelar. Dibutuhkan waktu sekitar 15-20 detik untuk mengubah tampilan ZU-23-2 dari posisi normal ke posisi siap tembak dengan kedua roda penggeraknya rebah merapat kepermukaan bidang gelar. Namun untuk memulihkan kepada kondisi normal butuh waktu berkisar 20-25 detik.
Kepadatan tembak teoritis kedua laras ZU-23-2 1.600 - 2.000 tembakan per menit. Namun pada prakteknya tak lebih dari seperlimanya. Posisi hadap kanon 2A14 pada arah vertikal dapat dibuat mendongak ataupun menunduk tergantung lokasi sasaran. Saat akan melumat sasaran di udara, laras kanon dapat didongakkan hingga tegak lurus terhadap permukaan bidang gelar. Sementara untuk sasaran di darat, bisa `dipaksa' menunduk hingga membentuk sudut 10 derajat terhadap posisi laras tatkala sejajar dengan permukaan bidang gelar. Untuk posisi horizontal, laras kanon dapar diputar ke segala arah (360 derajat). Karena sista ini masih dioperasikan secara manual, kecepatan perubahan arah hadap larasnya masih terbilang rendah. Yakni 30 derajat perdetik untuk posisi horisontal dan 50 derajat per detik untuk posisi vertikal.
Setiap unit ZU-23-2 dibekali sepasang laras cadangan yang dipakai saat laras utama kepanasan usai dipakai menembak 50 kali tanpa henti. Laras utama dicopot dan direndam dalam bak air pendingin hingga tiba saatnya beraksi kembali. Untuk memudahkan pemasangan, maka tiap laras dipasang tungkai pemegang berlapis kayu. Proses penggantian laras memakan waktu 20 detik. Perancang ZU-23-2 mengkalim senjata rancangannya ini bias melabrak sasaran di udara yang terbang dengan kecepatan 900 km/jam pada ketinggian 1.500 m. Sedangkan di darat, sista ini mampu menjangkau sasaran sejauh 2.000 m. Agar bidikan lebih akurat, maka awak sista dimodali sepasang alat bidik baku. Untuk sasaran udara dipakai alat bidik optic mekanik ZAP-23. Sedangkan sasaran darat mengandalkan teropong T3. Skala perbesaran tampilan objek bidik ZAP-23 satu kali sedangkan T3 tiga kali lipat.
Ada tiga macam tipe amunisi baku ZU-23-2. Masing-masing tipe OFZ, OFZT dan BZT. Kedua jenis yang pertama dipakai terhadap sasaran di udara sedangkan sisanya untuk sasaran di darat. Amunisi OFZ termasuk tipe amunisi berdaya ledak tinggi. Proyektilnya pecah dan menyebar ke segala arah. Sumbu peledaknya dilengkapi mekanisme penghancuran diri yang akan bekerja jika dalam waktu 11 detik usai meninggalkan laras proyektii tak berhasil mendapatkan sasaran yang dituju.
Amunisi OFZT merupakan hasil pengembangan OFZ dengan penambahan zat kimia pembakar sasaran. Saat menuju sasaran, proyektil OFZT dapat menyala berkat adanya zat kimia tertentu yang dapat berpendar selama lima detik sehingga arah lintasan proyektil dapat dilacak (tracer). Sedangkan amunisi BZT tak lain adalah amunisi tipe API-T yang sanggup menjebol lapisan pelindung badan kendaraan tempur pada kondisi tertentu. Usai melintas sejauh 100 m, proyektil BZT mampu menembus lapisan baja tipe RHA setebal 15 mm dengan sudut tembus 30 derajat terhadap permukaan bidang tembus. Sedangkan lapisan baja RHA setebal 25 mm masih dapat dijebolnya dengan sudut hantam 90 derajat meski ia telah melaju sejauh 250 m. Dari 50 butir kapasitas tampung setiap untai sabuk logam perangkai amunisi ZU-23-2, 38 butir di antaranya diisi dengan amunisi OFZ. Sedangkan sisanya OFZT atau BZT Formasi isian setiap tiga amunisi OFZ diseling satu amunisi OFZT atau BZT. Pengisian amunisi masih dilakukan secara manual. Selain ketiga macam amunisi baku, ada juga amunisi jenis lain hasil kreasi pabrikan di luar Uni Soviet. Yakni amunisi APDS-T (Armour Piercing Discarding Sabot with Tracer), PMP dan PMA 276. Amunisi kesatu lansiran Polandia dan merupakan hasil pengembangan amunisi BZT. Bobotnya 103 gr dan kecepatan lesat awalnya 1.220 m per detik. Kemampuan menjebol lapisan haja amunisi ini kabarnya tiga kali lipat BZT pada kondisi penetrasi proyektil yang sama. Jika memakai amunisi PMP (buatan Afrika Selatan) maka pada ujung laras ZU-23-2 tidak ada cahaya api tembakan. Sehingga posisi sista agak sulit dilacak musuh. Dan amunisi PMA 276 tergolong amunisi tipe FAPDS-T (Frangible Armour Piercing Discarding Sabot with Tracer) yang ujung proyektilnya terbuat dari logam tungsten yang ringan tapi kuat (sehingga daya tembusnya besar). Tambah lagi material discarding sabot nya dibungkus plastik khusus tahan suhu tinggi.Meskipun bobotnya cuma 150gr, kecepatan lesat awalnya jauh Icbih tinggi ketimbang amunisi lainnya (1.180 m per detik). Karena itu, waktu jelajahnya pendek dan tingkat akurasi perkenaan sasarannya amat tinggi.
Versi Lanjutan
Ketika dijajal di lapangan, ketahuan jika ZU-23-2 mengidap banyak kelemahan. Selain hanva bisa dioperasikan di siang hari kala cuaca cerah, pengaturan arah hadap kedua laras kanon juga masih dilakukan secara manual. Jangkauan tembaknya terhadap sasaran di udara hanya 1.500 m. Kepadatan ternbak factual tiap laras paing banter 200 tembakan per menit. Dengan kinerja seperti ini, keruan saja ZU-23-2 tak dapat diandalkan untuk meladeni serangan pesawat tempur modern berkecepatah jelajah tinggi yang sanggup terbang tinggi di malam hari dalam kondisi cuaca buruk.
Pada awal dekade 1990-an, seabrek kelemahan ini coba diatasi oleh beberapa industri alat pertahanan Rusia. Caranya adalah dengan mempermak sejamlah komponen inti semisal kanon, alatbidik dan sistem penggeraknya. Salah satu biro perancang melansir kanon 2A14 yang telah ditingkatkan kemampuannya sehingga tahan dipakai menembak sampai 10.000 kali (2A14M) (1995). Mereka juga menjodohkan sista rudal arhanud jarak dekat untuk merontokkan sasaran yang berada di luar jangkauan kanon 2A14M. Sista bastar ini dinamai ZU-23-2M.
Sementara biro perancang lainnya mengadopsi sistem penggerak elektro hidraulik (sehingga perubahan arah hadap laras pada posisi horizontal dapat lebih cepat, yakni 90 derajat per detik), alat bidik elektrik dengan tingkat akurasi bidik tinggi (derajar akurasi bidik bertambah sehingga tingkat perkenaan atas sasaran yang melaju dengan kecepatan subsonik bisa lebih baik. Bahkan ZU-23-2M juga dilengkapi alat pencari dan penjejak sasaran yang bekerja secara optis-elektrik. Piranti endus nan canggih yang berada di atas magasen kanan ini tersusun dari kamera pemantau berlayar tayang (untuk membidik sasaran di siang hari), kamera pencitraan termal yang bekerja panduan berkas sinar infra merah (sasaran di malam hari), alat penentu jarak lokasi kedudukan sasaran yang bekerja dengan panduan berkas sinar laser (berjangkauan 6.000 m) plus alat bidik kolimator (collimator sight).
Bermodalkan itu semua, operator ZU-23-2M butuh waktu paling lama 180 detik untuk bias menjejak sasaran. Alat ini bisa mendeteksi dan mengenali jenis sasaran yang berada pada jarak 6.000 m. Kecepatan jelajah objek terbang yang bisa dijamahnya bertambah jadi empat kali lipat kemampuan versi baku (720 km/jam). Dengan diperkuat sista rudal arhanud jarak dekat macam Strella-2M ataupun Igla-1, maka ZU-23-2M diyakini akan mampu merontokkan sasaran yang melesat di uadara dengan kecepatan jelajah 1.300 km/jam. Biar tambah sakti ZU-23-2M1 (ZU-23-2M yang telah digenjot kemampuannya) dibekali dengan alat identifikasi kawan-lawan agar operatornya tak sampai salah tembak.
Tipe 80 dan Giant Bow
Sebagai salah satu Negara yang mengadopsi ZU-23-2 dalam jumlah cukup banyak, RRC tidak puas dengan kinerja sista yang diperolehnya dari Kremlin pada akhir dekade 1960-an. Mereka lalu coba membuat sendiri sembari melakukan modifikasi pada beberapa fitur penting. Setelah sempat jatuh bangun, pabrikan senjata utama RRC, Norinco, akhirnya pada medio dekade 1980-an berhasil mencipta meriam ringan tipe 80 yang kinerjanya diklaim nyaris setara ZU-23-2M. Untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri, pabrikan ini juga menyiapkan Giant Bow. Satu baterai tipe 80 membawahi enam unit sista sementara Giant Bow delapan unit. Keduanya dapat dioperasikan secara manual ataupun otomatis dari jarak jauh oleh sebuah pos komando pengendalian (poskodal) yang diusung truck beroda empat (disebut kendaraan BCCV – Batteray Comand & Control Vehicle). Setiap poskodal diperkuat beberapa unit teropong bidik komando taktis (Tactical Comand Sight – TACOS) berskala perbesaran tampilan obyek bidik hingga 11 kali serta alat optik pengarah tembakan (Optical Detektor Unit – ODU). Operator baterai dibekali seabrek peralatan endus yang ragamnya sama seperti yang diusung ZU-23-2M. Tenaga listrik untuk mengoperasikan seluruh peralatan yang ada di dalam BCCV berasal dari generator beroda dua yang dihela BCCV. Pihak Norinco mengklaim BCCV made in China ini tetap dapat beroperasi meski suhu amat ekstrem (antara -10° C - +50° C).
ZUR-23-2KG
Pabrikan senjata Polandia, Zaklady Mechaniczne Tarnow (ZMT) mulai rnemproduksi ZU-23-2 sejak awal dekade 1980-an. Tampilannya serupa dengan ZU-23-2 buatan Negeri Beruang Merah. Sebelum muncul ZU-23-2M1 di Rusia, pihak ZMT telah lebih dulu coba rnembuat barang serupa dengan memadukan ZU-23-2 produksinya dengan sista rudal arhanud jarak dekat Strella-2M yang tak lain adalah Strella-2M buatan Zaklady Metalowe Mesko (ZMM). Hasilnya terciptalah sista bastar made in Poland, ZU-23-2S Jod (1985). Sekilas tampilan dan kinerja ZU-23-2S mirip ZU-23-2M1. Rudal 9K38 yang jadi inti Strella-2M diklaim pihak ZMM sanggup melumat sasaran dari depan pada ketinggian 50-4.800 m. Akurasi tembakan ZU-23-2S dijamin oleh alat bidik takometrik GP-1R buatan pabrikan alat optik local, Prexer Lodz, yang tenaga listriknya berasal dari baterai bertegangan 40 volt, berdaya 120 watt dan berdurasi 10 jam. Bila tenaga baterai ini habis dapat diisi ulang tanpa harus menghentikan kegiatan operasi sista. Pihak ZMT mengklaim, butuh waktu 15-20 detik untuk menyiagakan ZU-23-2S kepada kondisi siap tembak. Sementara untuk membongkarnya butuh waktu hamper dua kali lipat.
Karena tak puas dengan kinerja Strella-2M yang masih bisa dikecoh oleh flare (kembang api) dan chaff (serpihan logam) sedangkan niat untuk menggenjot kinerja ZU-23-2S tetap menggebu, maka pihak ZMT lalu mengakalinya dengan cara melakukan bongkar pasang alat bidik. Alhasil, muncul sejumlah turunan ZU-23-2S yang kinerja tempurnya belum juga memuaskan pihak ZMT. Mulai dari ZUR-23-2T (memakai alat bidik GP-03WR), ZU-23-2MR Wrobel (versi laut, alat bidik GP-02MR) hingga ZU-23-2K (alat bidik kolimator CKE-1). Setelah ZMM mendapatkan lisendi untuk memproduksi sista rudal arhanud Igla-1 (dinamai sista rudal Grom), maka pihak ZMT lalu menata ulang ZU-23-2S. Sista rudal arhanud dan tipe alat bidiknya diganti. Hingga pada pertengahan 2002, muncullah sista bastar serbaguna ZUR-23-2KG. Inisial KG merupakan kependekan dari Kilimatorowy Grom.
Keunggulan sista baru berbobot 1,24 ton ini terletak pada perpaduan antara alat bidik CKE-2 dengan sista rudal Grom. Berkat alat bidik seberat 14,5 Kg ini, operator sista dapat membidik sasaran di udara setinggi 2.500 m yang melesat dengan kecepatan 1.800 km/jam. Tak peduli apakah sasaran itu sedang terbang pada jalur lintasan lurus atau tengah bermanuver menghindari tangkapan radar. Tenaga listrik alat bidik dipasok oleh baterai bertegangan 12 volt, berdaya 30 watt dan durasi 12 jam. Jangkauan bidik CKE-2 berkisar 600 – 1.500 m. Sepintas tampilan fisik sista rudal Grom serupa Strella-2M. Namun rudal seberat 10,5 kg ini memiliki kecepatan least awal dan kecepatan jelajah yang lebih tinggi, yakni 363 dan 2.340 km/jam. Apabila dalam tempo 15 detik usai diluncurkan rudal ini tak juga mampu menemukan sasaran yang dituju, maka mekanisme penghancuran diri akan bekerja. Tujuannya agar rudal tak jatuh ke darat dalam kondisi utuh yang berpotensi membahayakan pasukan sendiri. Pihat ZMT mengklaim sista rudal buatannya dapat beroperasi secara optimal meski suhu lingkungan setempat amat ekstrem (-30° C - +50° C). Kemampuan sista rudal berjangkau jelajah 400 – 5.000 m ini juga ditentukan oleh sudut dongkrak tabung peluncurnya (20° - 70°).
Seperti halnya tipe 80 dan Giant Bow, maka setiap baterai ZUR-23-2KG yang beranggotakan enam unit sista juga dapat dioperasikan sekaligus secara otomatis oleh satu poskodal yang berada dalam BCCV. Untuk ZUR-23-2KG, perancangnya memilih poskodal tipe WD-95 yang mampu mendeteksi dan menjejak keberadaan sasaran 10.000 m. Rentang suhu operasional WD-95 (-30° C - +58° C). Sebagai wahana pengusungnya dipilih truck beroda enam Star – 266 yang telah dimodifikasi. Tenaga listrik WD-95 berasal dari generator PAD-90 yang ditempatkan di atas kereta beroda dua dan dihela BCCV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar